Senin, 18 Januari 2010

Geruduk Lokasi, Warga Minta PLTU Kanci Cirebon Ditutup

TEMPO INTERAKTIF
Rabu, 29 Juli 2009 | 13:36 WIB

TEMPO Interaktif, CIREBON - Warga asal Desa Kanci Kulon dan Desa Waruduwur siang ini mengeruduk lokasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Kanci, Cirebon. Mereka menuntut PLTu ditutup karena sudah merugikan masyarakat sekitar.

Puluhan warga itu mendatangi lokasi pembangunan PLTU Kanci dengan berjalan kaki dari desa mereka. Mereka pun memasuki lokasi proyek langsung menggelar aksi duduk dan tutup mulut di depan pintu masuk proyek. Akibatnya, kendaraan pekerja proyek PLTU tidak bisa masuk maupun keluar dari lokasi.

Wahyudi, ketua Perkumpulan Nelayan Waruduwur (Pandawa) mengungkapkan pembangunan PLTU telah membuat mereka mengalami kerugian. "Rumpon milik nelayan banyak yang rusak akibat pembangunan PLTU Kanci ini," katanya.

Dari sekitar 360 rumpon milik nelayan, yang tersisa saat ini kurang dari 50 persennya saja. Kerusakan tersebut menurut Wahyudi dikarenakan ditabrak kapal keruk milik PLTU.

Selain itu, kapal keruk yang bertujuan untuk membangun dermaga PLTU itu pun seringkali membuat tanah kerukan ke laut lagi. "Laut pun makin dangkal. Kami pun semakin kesulitan mencari ikan dan harus melaut lebih jauh lagi," katanya.

Koordinator lapangan, M. Aan bersikap serupa. Menurut Aan, puluhan rumah warga mengalami retak-retak akibat pemasangan tiang pancang PLTU. "Ini karena lokasi PLTU terlalu berdekatan dengan pemukiman warga, sehingga wargalah yang terkena dampak buruk dari pembangunan PLTU tersebut," katanya.

Selain itu Aan pun menyinggung adanya indikasi pelanggaran yang dilakukan oleh PT Cirebon Elektrik Power (CEP) sebagai kontraktor utama pembangunan PLTU Kanci. Menurut Aan, PLTU tersebut sudah dibangun sejak 2007 lalu,namun ternyata analisis dampak lingkungan (amdal) baru keluar pada Februari 2008 lalu. "Ini sudah merupakan pelanggaran lingkungan hidup," katanya.

Karena itu warga pun menuntut agar pembangunan PLTU dihentikan karena telah merugikan masyarakat.

IVANSYAH

Massa Sweeping Pekerja PLTU Cirebon

POLDA JABAR
Selasa, 29 Jul 2008

CIREBON - Ratusan orang yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat (Gemas) 14.000, mendatangi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon di Desa Kanci Kulon Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Senin (28/7) pagi.

Kedatangan mereka ke proyek pemerintah yang berkapasitas produksi 660 Mega Watt (MW) itu untuk menuntut pencairan dana pembebasan tanah tambahan.

Abdi Mujiono, SH juru bicara pengunjuk rasa mengemukakan, warga menagih janji PT Cirebon Electric Power (CEP) selaku pelaksana pembangunan PLTU Cirebon, yang akan membayarkan penambahan ganti rugi untuk lahan seluas 56 hektare.

Dalam aksi yang mendapat penjagaan ketat aparat keamanan dari Polres Cirebon dan TNI, massa sempat berorasi. Warga pun melakukan sweeping para pekerja. Mereka menduduki lahan proyek serta menyegel sejumlah ruangan milik pelaksana proyek senilai Rp 17 triliun tersebut.

Usai beorasi, massa meminta para pekerja proyek PLTU untuk meninggalkan lokasi pengerjaan. Bahkan, beberapa kontraktor asal Korea pun mereka suruh meninggalkan lokasi. Sambil dikawal polisi, beberapa kontraktor asal negeri ginseng terlihat meninggalkan lokasi.

Selain itu, massa pun meminta para karyawan untuk mengeluarkan beberapa kendaraan yang ada di dalam proyek itu. Kendati begitu, massa tidak bertindak anarkis.

“Ganti rugi untuk 56 hektare, senilai Rp 14 ribu pe meter. Pada Desember, PT CEP berjanji membayar penambahannya. Nilainya Rp 14 ribu per meter. Tapi hingga kini belum juga terlaksana,” tandas Abdi.

Hasan Bisri, juru bicara Gemas 14.000, menilai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon kurang jeli menanggapi perkembangan yang terjadi. Menurutnya, PT CEP sudah bertindak tidak adil. Buktinya, kata Hasan, saat masyarakat untuk pertama kalinya menjual lahan, harganya Rp 14 ribu. Tapi, ada beberapa lahan yang harga jualnya berbeda.

Menanggapi hal ini, Public Relation Head PT CEP, Hafid Saptandito, khusus bagi warga yang menerima konpensasi senilai Rp 14 ribu, pihaknya sudah menyiapkan sejumlah dana untuk menambah nilai ganti rugi pembebasan lahan. (nip)(sumber:tribunjabar)

PLTU dan Kerusakan Lingkungan

HARIAN UMUM PELITA
[Opini]

PLTU dan Kerusakan Lingkungan

(Kasus PLTU Kanci Cirebon)
Oleh : Indra Yusuf
Beberapa waktu yang lalu untuk kesekian kalinya ribuan warga dari sejumlah desa di Kecamatan Astanajapura-Kabupaten Cirebon melakukan aksi unjuk rasa dengan melakukan pemblokiran jalur Pantura. Aksi warga tersebut merupakan bentuk penolakan terhadap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berlokasi di Desa Kanci Kulon Kecamatan Astanajapura. Sudah sejak awal masyarakat sekitar lokasi proyek menolak pembangunan PLTU tersebut. Namun sampai saat ini royek pembangunan PLTU masih terus dilanjutkan hingga telah sampai pada tahap pembangunan break water (pemecah ombak) dan pelabuhan bongkar muat batu bara. Seiring dengan pembangunan tersebut dampak negatif primer makin dirasakan warga sekitar.
Alasan penolakan warga terkait dengan kekhawatiran akan adanya ancaman kerusakan lingkungan yang bakal terjadi. Pasalnya mega proyek tersebut konon belum dilengkapi dengan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Warga menilai keberadaan PLTU akan menimbulkan limbah sangat berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Menurut salah satu koordinator aksi mengatakan sedikitnya tiap tahun akan ada 37.000 ton limbah radioaktif. Limbah ini sangat berbahaya, bahayanya bisa sepuluh kali lipat dari manfaatnya. Sekarang belum apa-apa saja sudah merugikan petani kurang hijau sampai Rp. 2,5 miliar, termasuk ancaman hancurnya perkampungan nelayan tradisional akinbat abrasi (Pikiran Rakyat, 21/01/09).
Disamping persoalan lingkungan sebenarnya proyek pembangunan PLTU tersebut sudak sejak awal diwarnai juga dengan persoalan lain yang menyangkut sosial ekonomi. Yakni persoaln pembebasan lahan, karena ditengarai banyak ditemukannya sertifikat bodong (asli tapi palsu) yang melibatkan aparat terkait setempat sebagaimana dilansir oleh media, serta adanya ketidakpuasan warga terhadap besarnya nilai pembebasan lahan. Sebenarnya mega proyek pembangunan PLTU di Kecamatan Astanajapura yang berkapasitas 660 MW (megawatt) tersebut telah direncanakan beberapa tahun lalu itu merupakan bagian dari beberapa proyek yang lainnya. Proyek yang ditandatangani sejak tangga 20 Agustus 2007 ini dilakukan dalam rangka menghadapi ancaman krisis listrik akan dialami Pulau Jawa-Bali. Kedua wilayah tersebut rawan defisit sumber energi listrik karena terlalu menggantungkan diri pada 2 pembangkit listrik induk, yaitu PLTU Suralaya-Banten (berkapasitas 3.400 Mw) dan PLTU Paiton-Jawa Timur (berkapasitas 2400 Mw) yang sudah tua dan sakit-sakitan. PLTU Cirebon sendiri dijadikan sebagai bagian dari rencana cadangan untuk mengantisipasi kegagalan proyek 10.000 Megawatt. Proyek Cash Program PLTU batubara atau yang dikenal dengan proyek 10.000 Mw adalah program percepatan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. Proyek ini dilakukan bersama Cina, namun hingga kini perkembangannya belum jelas akibat mengalami keterlambatan dalam pencairan dana. Sehingga beberapa proyek pembangkit listrik termasuk PLTU Cirebon telah disiap dilaksanakan. Proyek. PLTU Cirebon merupakan proyek listrik swasta pertama yang menggunakan teknologi boiler supercritical di Indonesia. Proyek yang diharapkan nantinya dapat beroperasi komersial pada tahun 2011 kelak akan memperkuat pasokan listrik sistem Jawa-Bali sekaligus mengurangi porsi pemakaian BBM pada sistem Jawa-Bali. Memang dari berbagai sistem pembangkit listrik yang ada, PLTU merupakan sistem pembangkit listrik yang paling besar kontribusinya terhadap pencemaran lingkungan. Karena PLTU menggunakan bahan bakar fosil yaitu batu bara. Sedangkan ditinjau dari segi ekonomi PLTU merupakan sistem pembangkit listrik yang paling efisien atau murah. Sementara pembangkit listrik tenaga lain biayanya jauh lebih mahal, namun tingkat pencemarannya jauh lebih rendah daripada PLTU. Pembangkit listrik lain yang dimaksud adalah PLTA, PLTS, PLTN atau PLTPB.
Adapun sumber utama pencemaran PLTU sendiri berasal dari proses pembakaran batu bara yang menghasilkan gas polutan seperti gas Oksida Nitrogen (Nox) dan Oksida Sulfur (Sox). Sehinga apa yang dikhawatirkan warga akan terjadinya hujan asam cukup beralasan. Sebab kedua gas polutan tersebut pada saat berada di udara akan berubah menjadi asam nitrat dan asam sulfat yang merupakan senyawa utama penyebab terjadinya hujan asam. Hanya saja fenomena hujan asam bukanlah fenomena lokal yang akan selalu terjadi pada pada suatu wilayah yang mengalami pencemaran udara akibat kegiatan industri maupun PLTU, melainkan gejala hujan asam dapat terjadi dimana saja sekalipun pada daerah yang tidak tercemar atau tidak terdapat aktivitas pembakaran bahan bakar fosil.
Hujan asam memiliki sifat mengglobal karena bahan-bahan pencemar seperti Nox dan SOx dapat bergerak bebas terbawa angin hingga ratusan atau bahkan ribuan kilometer. Kita pun sulit untuk mendeteksi darimana sumber pencemaran tersebut berasal ketika terjadi hujan asam. Namun demikian persoalannya bukan sebatas ancaman terjadinya hujan asam atau tidak. Melainkan masih banyaknya dampak yang dapat ditimbulkan dari aktivitas PLTU. Pencemaran udara di sekitarnya yang merupakan akibat proses pengangkutan batu bara adalah dampak negatif lain yang secara langsung dirasakan warga yang berada tidak jauh dari lokasi PLTU. Sementara pencemaran air permukaan ataupun air tanah juga dapat terjadi, dan hal ini akan berimbas secara tidak langsung terhadap gangguan kesehatan penduduk di masa yang akan datang.
Pada dasarnya untuk menjadikan suatu kawasan yang dekat pemukiman sebagai PLTU harus melalui berbagai mekanisme yang sangat ketat sebagaimana yang diatur dalam undang-undang ataupun peraturan pemerintah tentang pengelolaan lingkungan hidup. Salah satunya melengkapi terlebih dahulu dengan Amdal sebelum kegiatan proyek dimulai dan pihak penanggung jawab proyek dapat meminta persetujuan terhadap warga setempat . Karena melibatkan masyarakat dalam penyusunan Amdal merupakan syarat yang terdapat dalam PP No 27 tahun 1999.
Jika warga setempat merasa keberatan daerahnya untuk dijadikan proyek PLTU, alangkah baiknya jika proyek tersebut perlu dikaji ulang. Atau pihak penyelengara proyek dalam hal ini PT Cirebon Electric Power (CEP) untuk melakukan pendekatan lebih manusiawi terhadap warga setempat sebelum proyek dimulai. Menjelaskan secara terbuka mengenai sejauh mana dampak yang akan ditimbulkan terhadap kesehatan lingkungan sekitar serta implikasi dan kompensasinya terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Bagaimanapun proyek yang bertujuan baik jangan sampai malah merusak kesehatan lingkungan dan menyengsarakan rakyat kecil.
Penulis Adalah Guru Pendidikan Lingkungan Hidup SMA Negeri 7 Cirebon, Alumni Jurusan Pendidikan Geografi UPI Bandung.

Surat Korban PLTU Cilacap Untuk Presiden SBY

on Friday, 21 November 2008

Views : 5119

Banyak permasalahan lingkungan hidup yang muncul sejak PLTU Cilacap dibuka SBY, 14 Nopember 2006 lalu. Mulai debu, banjir musiman, masalah sosial, kesehatan warga hingga masalah tanah. Namun permasalahan ini tidak pernah diselesaikan. Untuk itulah, warga yang terkena dampak PLTU Cilacap mengirimkan surat kepada Presiden SBY.

Cilacap, 16 November 2008

Nomor : 045/KAM/P/XI/2008

Lampiran : 1 (satu) bendel

Perihal : Permohonan Penyelesaian Dampak Pencemaran PLTU Cilacap

Kepada Yth.
Bapak Presiden Republik Indonesia
Di -
J A K A R T A


Dengan hormat,

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga PLTU Cilacap sekarang sudah dapat beroperasi.


Kami masyarakat Cilacap pada umumnya dan warga yang tinggal di sekitar PLTU Cilacap pada khususnya, merasa bangga dan sekaligus menyadari sepenuhnya pentingnya keberadaan PLTU sebagai kebutuhan Nasional yang dapat meningkatkan kesejahteraan kita semua.


Namun demikian keberadaan PLTU Cilacap yang diresmikan oleh Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 Nopember 2006, telah menimbulkan berbagai dampak negatif, kami Komite Aspirasi Masyarakat (KAM) yang mewakili Warga Masyarakat Terkena Dampak PLTU Cilacap (meliputi Dusun Kewasen dan Perumahan Griya Kencana Permai Desa Karangkandri, Dusun Menganti Kisik Desa Menganti dan Dusun Winong Desa Slarang Kec. Kesugihan Kab. Cilacap), dengan ini memberitahukan dan menyampaikan beberapa hal sebagai berikut :



1. Pada saat pengurugan area proyek PLTU Cilacap, jalan utama yang dilalui warga menjadi licin dan berlumpur selama ± tiga (3) bulan.


2. Pada saat Steam Blow timbul suara gemuruh yang memekakkan telinga hingga radius ± 10 KM, hal ini berlangsung selama 2 periode yang masing-masing periode selama 10 hari, dengan interval waktu per 15 menitan.


3. Setelah proyek PLTU Cilacap beroperasi, menimbulkan berbagai pencemaran diantaranya berupa :


a. Sebaran debu batubara, pengaruh sebaran debu semakin tebal pada saat musim kemarau dan pengaruh angin timur, hingga mencapai radius ± 2 Km dan sangat berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan.

b. Adanya bau yang bersumber dari batubara yang terbakar di Stockpile PLTU Cilacap pada malam hari, sekitar jam 18.00 – 16.00 WIB.

c. Adanya sebaran debu pasir yang bersumber dari timbunan pasir hasil pengerukan Jetty PLTU Cilacap.


Hal ini dibuktikan dengan hasil laporan verifikasi lapangan pada tanggal 19 Juli 2007 oleh Tim Penyelesaian Dampak Lingkungan dan Sosial Bagi Masyarakat di Sekitar PLTU Cilacap, yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bupati Cilacap Nomor : 660.1/156/37/2007 tanggal 18 April 2007 ( sebagaimana terlampir ).


4. Pada tanggal 26 Agustus 2006 di ruang rapat BAPPEDA Kabupaten Cilacap telah diadakan kesepakatan bersama yang ditandatangani oleh KAM, PLTU Cilacap dan PEMKAB Cilacap tentang pembebasan lahan sebelah barat pagar PLTU Cilacap seluas 5,5 Ha untuk digunakan sebagai greenbelt. ( Berita Acara terlampir )


5. Pada tanggal 24 September 2007, diadakan pertemuan dalam rangka tindak lanjut penyelesaian Dampak Kegiatan PLTU Cilacap yang dihadiri oleh :


Komite Aspirasi Masyarakat (KAM), PT. Sumber Segara Primadaya (S2P), PPLH Regional Jawa, BAPPEDAL Provinsi JATENG, Kementerian Lingkungan Hidup dan Bupati Cilacap. ( Berita Acara terlampir )


6. Pada tanggal 27 September 2007, diadakan pembahasan tindak lanjut penyelesaian Dampak PLTU Cilacap dengan hasil sebagai berikut :


a. PT. S2P tetap bertanggung jawab untuk menyelesaikan dampak pencemaran akibat sebaran debu batu bara dan menyelesaikan ganti rugi.

b. Ganti rugi tersebut diatas diwujudkan dalam bentuk :

1) Tahap I : Pembangunan Kantor Koperasi dan Poliklinik

2) Tahap selanjutnya adalah Pembangunan Waserda dan Ruang Pertemuan.

c. PLTU segera melakukan survey lokasi dan membuat design pembangunan Kantor Koperasi dan Poliklinik bersama-sama dengan Masyarakat.

d. Sejalan dengan point tersebut diatas, KAM harus sudah membentuk Koperasi dalam waktu 2 minggu, pertemuan pembentukan koperasi dipimpin langsung Camat dan Muspika Kesugihan.

e. Setelah Koperasi terbentuk, akan diadakan pertemuan lanjutan dengan agenda pembahasan tuntutan masyarakat tentang pembebasan Perumahan Griya Kencana Permai. ( Berita Acara terlampir )



Sehubungan dengan hal tersebut, dan sampai saat ini PT. Sumber Segara Primadaya (S2P) belum merealisasikan apa yang telah menjadi kesepakatan bersama, untuk itu kami menuntut :



1. PLTU Cilacap untuk segera membebaskan lahan di sebalah barat pagar PLTU seluas 5,5 Ha dan digunakan sebagai greenbelt sesuai kesepakatan yang ditandatangani bersama antara PLTU Cilacap, PEMKAB Cilacap dan KAM pada tanggal 26 Agustus 2006 diruang rapat BAPPEDA Kabupaten Cilacap ( Berita Acara terlampir ).

2. PLTU Cilacap untuk segera mengadakan rapat pembahasan tuntutan warga tentang pembebasan Perumahan Griya Kencana Permai Desa Karangkandri Cilacap ( yang berjarak hanya 50 M dari PLTU Cilacap ), sesuai kesepakatan tanggal 27 September 2007 (Berita Acara terlampir).

3. PLTU Cilacap untuk segera membayar ganti rugi atas dampak yang telah ditimbulkan dalam bentuk kompensasi bantuan modal koperasi dan membangun hubungan kemitraan yang berkelanjutan dengan masyarakat sesuai kesepakatan tanggal 8 Agustus 2007, 12 Maret 2008 dan 7 Mei 2008 ( Berita Acara terlampir ).

4. PLTU Cilacap untuk segera melakukan upaya-upaya pemulihan lingkungan untuk mencegah terjadinya dampak dikemudian hari.


Pada kesempatan ini pula kami sampaikan konsep Alih Fungsi Perumahan Griya Kencana Permai Karangkandri Cilacap, sebagai bagian tata ruang dan pengelolaan lingkungan di kawasan PLTU Cilacap, sehingga dapat dijadikan ’’Pilot Project“ perusahaan yang berwawasan lingkungan.

Demikian permohonan penyelesaian dampak pencemaran PLTU Cilacap kami sampaikan, besar harapan kami kepada Bapak Presiden Republik Indonesia untuk memberi perhatian kepada permohonan kami ini.


a.n. PENGURUS

KOMITE ASPIRASI MASYARAKAT ( KAM )CILACAP,

SUGRIYATNO
Ketua



IMAM RUSLI

Sekretaris

Korwil Perumahan GKP
Desa Karangkandri,

MARYANTO

Korwil Dusun Kewasen
Desa Karangkandri,

HARYANTO

Korwil Dusun Menganti Kisik
Desa Menganti,

YULI WANTANA

Korwil Dusun Winong
Desa Slarang,

DARMUGIONO


Tembusan Yth. ;

1. Menteri Lingkungan Hidup

2. Menteri Kesehatan

3. Menteri Energi & Sumber Daya Mineral

4. Gubernur Jawa Tengah

5. Kepala BLH Jawa Tengah

6. PPLH Regional Jawa

7. Ketua DPRD Jawa Tengah

8. Ketua Komisi A DPRD Jawa Tengah

9. Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah

10. Ketua DPRD Cilacap

11. Ketua Komisi A DPRD Cilacap

12. Bupati Cilacap

13. DKLH Kabupaten Cilacap

14. Direktur Utama PT. PLN (Persero)

15. Direktur Utama PT. Sumber Segara Primadaya (S2P)

Dampak Sirkulasi Air Pendingin Terhadap Ekosistem Laut

Desember 10, 2006
Posted by Putri in Diskusi, Info, Opini, Penelitian.
trackback

Satu lagi seminar yang saya hadiri saat di Indonesia bulan kemarin. Seminar “Dampak Sirkulasi Air Pendingin terhadap Ekosistem Laut” yang diadakan oleh Jurusan Teknik Lingkungan ITB bekerja sama dengan PT Power Indonesia (anak perusahaan PLN) dan sebagai pelaksananya adalah Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan ini bertempat di Aula Barat ITB pada tanggal 23 November 2006. Pada seminar ini saya hanya sebagai pendengar, itupun mendadak juga :D

Latar belakang seminar ini adalah rencana pembangunan kelistrikan Indonesia khususnya di Jawa, Madura, dan Bali dengan target total 10000 MW. Wow..bukan suatu yang kecil kan? Dan itu akan diimplentasikan ke banyak PLTU yang akan dibangun sepanjang pantai barat pulau Jawa hingga ke Bali. Sementara kita tahu sistem pembangkit listrik tenaga uap memerlukan air pendingin sebagai penggerak turbin dan hasil pembuangan yang keluar adalah air dengan suhu yang meningkat dapat lebih dari 8-10°C, yang tentunya meninggkat dari suhu air laut sekitarnya.

Inti dari seminar ini bertujuan untuk melihat seberapa besar limbah panas buangan dari suatu sistem PLTU dan bagaimana akibatnya terhadap lingkungan laut itu sendiri. Keterbatasan yang ada adalah belum adanya ketentuan batas baku mutu air limbah panas ini dari Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia. Dari banyaknya sebab dan akibat, serta keterbatasan itu yang diinginkan adalah pertimbangan penentuan batas baku mutu air limbah panas, solusi pengurangan dampak negatifnya hasil buangan limbah panas tersebut beserta perhitungan nominal jika solusi diberikan.

Tidak semua materi akan saya ulas disini, karena terus terang saya tidak punya ilmu tentang mesin pembangkit listrik ini, sehingga tidak banyak tahu. Demikian juga mengenai perhitungan secara ekonomis, untung dan ruginya pengelolaan yang dilakukan PT Power Indonesia dengan kenaikan setiap 1°C air lautnya. Berhubung saya bidangnya ‘cuma’ modelling oseanografi, maka tentang model yang ingin saya ulas disini. Jika ada yang berminat pembahasan yang lain, saya dapat CD semua presentasinya. Bisa diminta via email ke saya atau ke panitianya langsung (hehe.. )

Ada 2 peserta memberikan pendekatan hasil perhitungan penyebaran limbah panas ini berdasarkan model matematika 2D yang salah satunya dilakukan di Program Studi Oseanografi oleh tim Dr. Dadang K. Mihardja dan tim Dr. Hang Tuah dari Jurusan Sipil (atau Teknik Kelautan ya? saya gak yakin..hehe harap maklum dah lama tidak berhubungan dengan orang dari jurusan lain) ITB. Untuk perairan laut Jawa pendekatan model 2D ini masih bisa diterima karena daerah perairan dangkal dan dapat dikatakan tercampur sempurna. Demikian juga tenaga penggerak angin yang relatif konstan di perairan laut Jawa sesuai musim yang berlangsung.

Namun menjadi lain jika ada ketidakseimbangan akibat temperatur air yang dibuang lebih tinggi dibandingkan dengan air laut sekitar dalam hitungan waktu (debit outletnya). Tentunya hal lain yang menjadi penting harus kita tinjau adalah mixing zone daerah percampuran akibat temperatur tinggi yang rasanya kurang tepat jika ditinjau hanya menggunakan model 2D. Percampuran vertikal perlapisan juga akan menjadi signifikan. Belum lagi interaksi dengan atmosfer yang dapat dikatakan perubahan per waktu (jam-nya) bisa menjadi penting, dimana suhu udara, kelembaban, besarnya kecepatan angin termasuk faktor yang dominan didaerah mixing ini. Perubahan densitas air laut sendiri akan berubah akibat penambahan suhu air buangan ini ke laut, yang tentunya juga dapat mengubah sirkulasi air lautnya.

Di perairan bagian barat (Selat Sunda) hingga sepanjang selatan Pulau Jawa yang termasuk Samudra Hindia (laut dalam), tentunya pendekatan dengan 2D menjadi lebih tidak signifikan lagi. Model 3D baroklinik sangat diperlukan disini, sehingga tinjauan perubahan densitas, perubahan kecepatan angin, dan perubahan sirkulasi air lautnya dapat disimulasikan dengan baik dan mendekati kondisi fisik air lautnya.

Pertimbangan seperti itu rasanya diperlukan untuk memberikan informasi lingkungan yang lebih akurat.

Nelayan Minta Penjelasan Dampak PLTU

PIKIRAN RAKYAT
Selasa, 07 Oktober 2008 , 20:18:00

SUKABUMI, (PRLM).- Sejumlah tokoh nelayan di Palabuhanratu mendesak kepada Pemkab Sukabumi, PLN dan PT Truba selaku kontraktor projek PLTU Palabuhanratu untuk menjelaskan secara gamblang mengenai potensi dampak lingkungan yang ditimbulkan PLTU. Pasalnya, saat ini sudah banyak nelayan yang merasa resah dengan ancaman dampak lingkungan yang akan ditimbulkan PLTU. Seperti halnya, potensi kerusakan ekosistem laut, zona fishing ground (kawasan penangkapan ikan) termasuk potensi pencemaran limbah cair maupun polusi udara yang akan mengotori lingkungan.

“Kita sempat mempertanyakan tentang masalah PLTU ini. Sebab, selama ini nelayan tak pernah diajak bicara sampai sejauhmana potensi dampak lingkungan yang akan ditimbulkan PLTU? Karena sekecil apapun pembangunan PLTU, pasti ada dampak positif dan negatifnya. Positifnya untuk mendorong pembangunan, sedangkan negatifnya masalah dampak kerusakan lingkungannya yang selama ini kita khawatirkan. Jadi, kita ingin PLN dan pemda memberikan penjelasan sedetail mungkin kepada nelayan,” ujar salah seorang tokoh nelayan Palabuhanratu, Badri Suhendi ketika ditemui di Dermaga II Palabuhanratu, Selasa (7/10).

Ia mengatakan, jika PLTU sudah beroperasi, ada beberapa potensi dampak lingkungan yang akan mengganggu sektor perikanan tangkap. Gangguan itu, di antaranya pencemaran air laut dan polusi udara, kerusakan ekosistem laut yaitu hilangnya terumbu karang dan luasa (tempat bertelurnya ikan) di dalam teluk serta pergeseran alur lalu lintas perahu nelayan kecil.

Kondisi tersebut, kata Badri, menjadi kendala bagi nelayan, terutama nelayan kecil. Mereka hanya menggunakan perahu tradisional jenis congkreng dan beleketek yang biasa mencari ikan dengan menyusuri pesisir pantai di dalam teluk.

“Oleh karena itu, berbagai dampak kerusakan lingkungan ini mesti dipikirkan oleh pemda dan PLN. Mereka harus menanggapinya dengan serius, jangan sampai kehadiran PLTU nantinya malah jadi malapetaka bagi kehidupan nelayan kecil. Pada dasarnya, kita sangat mendukung pembangunan PLTU ini, tapi tolong berbagai aspirasi nelayan ini perlu ditanggapi dan dicarikan solusinya,” ujar Badri. (A-67/A-147)***

DAMPAK PENGGUNAAN ENERGI BATUBARA (PLTU)

Posted January 29th, 2008 by aris eko

* Lingkungan

Oleh : Aris Eko
“ Power Plant ” dengan bahan bakar batubara secara besar- besaran telah dibangun. yang diharapkan akan dapat mencukupi keperluan tenaga listrik bagi kegiatan industri yang terus meningkat. Pemakaian batubara sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik memang dapat menghasilkan tenaga listrik dengan biayayang relatif murah, namun dampak pencemaran yang ditimbulkan oleh pembakaran batubara perlu kiranya mendapat perhatian yang seksama. Masalah polusi inilah yang membatasi penggunaannya secara besar-besaran.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dihasilkan fakta yang tak banyak diketahui orang. PLTU Batubara dengan kapasitas 1.000 MW ternyata menimbulkan radiasi ke lingkungan 100 kali lebih besar dibanding energi lainnya. Dampak negatif dari aktifitas pertambangan batu bara bukan hanya menyebabkan terjadi kerusakan lingkungan melainkan juga berbahaya bagi manusia. Bahaya lainnya adalah air buangan limbah cucian batu bara yang ditampung dalam bak penampung sangat berbahaya karena mengandung logam- logam beracun yang jauh lebih berbahaya dibanding proses pemurnian pertambangan emas yang menggunakan sianida (CN).

Unsur beracun menyebabkan penyakit kulit, gangguan pencernaan, paru- paru dan penyakit kanker otak. Air sungai tempat buangan limbah apabila digunakan masyarakat secara terus menerus, gejala penyakit itu biasa akan tampak setelah bahan beracun terakumulasi dalam tubuh manusia. Masyarakat pada umumnya hanya mengetahui bahwa pemakaian batubara sebagai bahan bakar dapat menimbulkan polutanyang mencemari udara berupa CO (karbon monoksida), NOx (oksida-oksida nitrogen), SOx (oksida-oksida belerang), HC (senyawa-senyawa karbon), fly ash (partikel debu). danjuga partikel-partikel yang terhambur ke udara sebagai bahan pencemar udara . Partikel-partikel tersebut antara lain adalah: Karbon dalam bentuk abu atau fly ash (C), Debu-debu silika (SiO 2 ), Debu-debu alumia (Al 2 O 3 ) dan Oksida-oksida besi (Fe 2 O 3 atau Fe 3 O 4 ) Partikel-partikel tersebut dapat menimbulkan dampak pencemaran lingkungan, selain timbulnya hujan asamyang dapat merusak hutan dan lahan pertanian maupun efek rumah kaca yang dapat menyebabkan kenaikan suhu di permukaan bumi dengan segala efek sampingannya yang disebabkan oleh gas-gas hasil pembakaran batubara.

Sebagaimana halnya polutan (bahan pencemar) konvensional yang keluar dari batubara, polutan radioaktif pun dapat dengan mudah masuk kedalam tubuh manusia melalui udara yang dihirup oleh paru-paru, maupun melalui rantai makanan yang telah terkontaminasi oleh polutan radioaktif. Polutan radioaktif yang terakumulasi didalam tubuh dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan gangguan kesehatan, terutama karena sifat polutan radioaktif yang pada umumnya adalah carcinogenik atau perangsang timbulnya kanker. Jadi secara jujur dapat dikatakan bahwa pemakaian batubara juga dapat menaikkan kontribusi zat radioaktif dilingkungan.

Dari pembakaran batubara diseluruh dunia juga telah ditimbulkan limbah radioaktif Uranium dan Thorium sebesar 37.000 ton setiap tahunnya, dimana 7.300 ton diantaranya berasaldari PLTU batubara di Amerika Serikat. Yang lebih mengkhawatirkan, desain PLTU umumnya tidak dirancang secara maksimal untuk mencegah radiasi kelingkungan dan manajemen PLTUjuga tidak dirancang untuk mengelola masalah limbah radioaktif ini. Sedangkan PLTU batubara berkapasitas 1.000 MW akan menghasilkan limbah per tahunnya berupa CO2 sebanyak 6,5 juta ton, SO2 sebanyak 44.000 ton, NOx 22.000 ton, dan abu 320.000 tonyang mengandung 400 ton racun logam berat, seperti arsenik, kadmium, merkuri, dan timah. Limbah batubara dibuang ke biosfer yakni keudara, air dan tanah, sehingga menjadi berbahaya terhadap lingkungan.